Bagaimana Nasib Petani Kratom...??

- Rabu, 6 November 2019 | 10:37 WIB

PONTIANAK – “Di Ujung Tanduk”. Mungkin ungkapan itu paling tepat untuk menggambarkan nasib tanaman kratom saat ini. Begitu pula dengan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil kratom.

Bagaimana tidak, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menyatakan sikap mendukung keputusan Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika yang mengklasifikasikan kratom sebagai narkotika golongan I. Kratom tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam medis, dengan masa transisi lima tahun. Penggolongan kratom dalam narkotika golongan I ini dilakukan sejak tahun 2017.

“Artinya masih ada jeda untuk melakukan sosialisasi dan mencari solusi sampai dengan tahun 2022 mendatang,” kata Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Brigjen Pol Mufti Djusnir dalam FGD yang digelar BNN bersama Forkopimda Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (5/11) pagi.

Forum diskusi itu juga dihadiri Kepala BNN RI Heru Winarko, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Bupati Kabupaten Kapuas Hulu Abang Muhammad Nasir dan sejumlah pejabat lain. Diskusi tersebut dimaksudkan untuk mencari solusi bagaimana nasib kratom selanjutnya.

Mufti menjelaskan, berdasarkan hasil uji laboratorium dan riset, tanaman dengan nama latin Mytragyna speciosa itu memiliki kandungan senyawa berbahaya yang dapat mengakibatkan kematian.

“Kratom mengandung 7-HO-mitragynine yang memiliki efek 13 kali kekuatan morfin yang dapat menimbulkan withdrawal symptoms (adiksi), depresi, gangguan pernafasan serta kematian,” katanya.

Penggunaan kratom pertama kali dilaporkan pada tahun 1836. Awalnya kratom digunakan sebagai obat pengganti opiat (pecandu opium). Hasil survei MCDDA 2008 dan 2011 disebutkan bahwa kratom merupakan New Psychoactive Substances (NPS) yang banyak diperdagangkan. Ternyata jenis-jenis NPS terus mengalami perkembangan hingga saat ini.

Tahun 2019, jumlah NPS dunia sekitar 892 jenis. Dari 892 jenis tersebut,  74 jenis sudah masuk ke Indonesia. “Dari 74 jenis itu ada tiga jenis yang belum teridentifikasi,” kata Mufti.

Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN itu juga memaparkan penggunaan kratom di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat. Di negara adidaya itu, kratom awalnya digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, namun akhirnya berdampak pada kecanduan. Bahkan efek paling parah menyebabkan withdrawal symptoms (adiksi).

Di Thailand, penyalahgunaan kratom dilaporkan telah menyebabkan kematian. Kratom berpotensi lebih besar daripada opium, yakni 13 kali kekuatan opium. Menurutnya, penggunaan kratom untuk terapi jauh lebih berisiko ketimbang morfin.

“Tadi ada yang mengatakan, satu bulan mengonsumsi kratom tidak apa-apa. Padahal, (berdasarkan penelitian), pemberian ekstrak kratom pada seekor tikus dalam 28 hari sampai dengan 500mg/kg, (memang) tidak ditemukan kematian, tetapi ditemukan kelainan pada organ hati, ginjal dan paru-paru. Ini berarti akan membunuh secara perlahan,” ujarnya.

Mufti juga memaparkan tentang regulasi atau aturan yang berlaku di beberapa negara. Di Thailand misalnya. Pada tahun 1979, kratom sudah dimasukkan ke dalam kategori narkotika. Satu kelas dengan ganja, opium dan magicmasrum 

Demikian juga di Malaysia. Negara tetangga ini sudah sejak tahun 1994 memasukkan kratom ke dalam satu kelas dengan ganja dan heroin. “Jelas sekali mereka melarang penggunaan kratom,” ujarnya.

Selanjutnya di Amerika. Senyawa yang ada di dalam kratom dinyatakan memiliki kandungan yang sama dengan opiat. Bagaimana dengan di Indonesia? Menurut Mufti, BPOM sudah mengeluarkan aturan melalui peraturan kepala BPOM, tentang pelarangan penggunaan bahan kratom pada obat tradisional dan suplemen makanan.

Regulasi Daerah

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X