Kalbar Masuk Kelas Tinggi Kerentanan Bencana Banjir

- Selasa, 26 Juli 2022 | 10:10 WIB
Banjir di salah satu daerah di Kalbar.
Banjir di salah satu daerah di Kalbar.

HARI ini, 25 Juli, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia (World Drowning Prevention Day). Hari yang diakui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui resolusi Nomor A/RES/75/273, April 2021 lalu. Salah satu arahan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencegah musibah tenggelam adalah dengan memperbaiki manajemen risiko banjir.

Idil Aqsa Akbary, Pontianak

UNTUK di Kalimantan Barat (Kalbar) sendiri, berbagai upaya telah dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam rangka memperbaiki manajemen risiko banjir. Seperti diungkapkan, Kepala BPBD Kalbar Ansfridus J Andjioe, di mana menurut data dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) yang dimiliki BPBD Kalbar Tahun 2020 – 2024, bencana banjir termasuk bencana yang memberikan dampak terbesar dibandingkan dengan jenis bencana lainnya. “Termasuk dampak terhadap lingkungan di provinsi ini,” ungkapnya melalui keterangan tertulis. 

Ada beberapa poin yang dirumuskan terkait banjir dalam KRB di Kalbar, pertama adalah banjir termasuk dalam indeks bahaya tinggi. Untuk Indeks Risiko Bencana (IRB) sendiri, disusun mereka berdasarkan tiga komponen yaitu bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Adapun komponen bahaya merupakan komponen yang sangat kecil kemungkinan untuk diturunkan. “Indeks risiko bencana dapat diturunkan dengan cara menurunkan tingkat kerentanan melalui peningkatan kapasitas,” katanya.

Lebih lanjut dijelaskan Ansfridus, Indonesia juga telah menyepakati Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) 2015 – 2030. Yaitu kesepakatan global terkait pengurangan risiko bencana, yang mana salah satunya prioritas aksinya adalah memahami risiko bencana.

Dalam kesepakatan itu, dikatakan Ansfridus bahwa sasaran pengarusutamaan kerentanan bencana untuk 5 tahun ke depan adalah meningkatkan ketahanan suatu daerah untuk menghadapi kejadian bencana. Adapun kerentanan bencana sendiri, kata dia, adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya yang terjadi, baik bahaya alam maupun nonalam, akan dapat menimbulkan bencana atau tidak.

“Provinsi Kalbar untuk kajian bahaya berada pada kelas tinggi (luas bahaya/1.464.330 hektare) untuk bencana banjir,” jelasnya.

Sementara jika dilihat dari kabupaten/kota untuk kajian bahaya yang memiliki luas tertinggi bahaya banjir, pada kelas  rendah atau luas bahaya 843.667 hektare diungkapkan dia adalah Kabupaten Ketapang. Sedangkan untuk kelas tinggi, kabupaten yang memiliki luas bahaya banjir tertinggi adalah Kabupaten Kubu Raya dengan luas 388.329 hektare.

Kemudian untuk kajian kerentanan bencana banjir, Ansfridus menyebut Kalbar masuk kelas tinggi dengan jumlah penduduk terpapar 3.397.599 jiwa. Lalu untuk kelas kerugian masuk pada kelas sedang. Sedangkan untuk kerusakan lingkungan juga masuk kelas tinggi. Sementara untuk kajian kerentanan kabuaten/kota yang tertinggi penduduk terpapar akibat banjir adalah Kabupaten Kapuas Hulu yang mencapai 3.987.036 jiwa.

“Memperhatikan hasil kajian di atas maka kalau ditanya apakah sudah ada atau tidak upaya pencegahan musibah dari pemerintah terutama melalui BPBD untuk memperbaiki manajemen resiko banjir maka jawabannya adalah secara upaya sudah ada,” paparnya.

Khususnya, menurut dia, upaya dalam hal penyampaian informasi kepada masyarakat untuk memahami risiko bencana terutama bencana banjir. Begitu juga dengan bencana lainnya dilakukan mereka melalui kegiatan penyuluhan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) bencana. “BPBD Kalbar melakukan kegiatan penyuluhan bencana di kabupaten/kota hanya saja dua tahun terakhir tidak dilakukan karena kondisi Covid-19,” terangnya. 

Selain itu juga, BPBD Kalbar telah melakukan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat menuju masyarakat yang tangguh menghadapi bencana melalui kegiatan pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana). Mengenai jumlahnya, sampai saat ini BPBD Kalbar sudah membentuk 36 Destana di sembilan kabupaten/kota. Yakni Kubu Raya, Ketapang, Kota Pontianak, Bengkayang, Sambas, Mempawah, Sekadau, Landak, Kota Pontianak, dan Singkawang. “Destana dibentuk dari tahun 2015 sampai tahun 2022 menggunakan dana APBN dan APBD. Lalu ada kegiatan gladi lapang terkait penanganan bencana,” tambahnya.

Tak hanya itu, BPBD Kalbar juga sudah membentuk 102 Kelompok Masyarakat (Pokmas) Peduli Bencana. Jumlah anggota yang mereka bentuk tersebut mencapai 2.315 orang di empat belas kabupaten/kota se-Kalbar, yang dibentuk sejak 2016 sampai 2019. “Seperti yang sudah disampaikan, untuk bahaya sendiri itu sangat kecil kemungkinan untuk diturunkan, yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kapasitas untuk mengurangi kerentanan atau risiko bencana itu sendiri,” ujarnya.

Ansfridus mengatakan, dalam hal peningkatan kapasitas yang bentuk fisik seperti pembangunan tanggul, penanaman pohon, penambahan areal serapan, dan lain-lain memang belum dilakukan oleh BPBD Kalbar. Akan tetapi dalam hal koordinasi yang mengarah ke hal-hal tersebut, sudah dilakukan mereka bersama dengan instansi terkait. Seperti Dinas PUPR terkait tata ruang atau dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait gambut. Lalu juga dengan Dinas Pertanian terkait pembukaan lahan tanpa membakar.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X